Headlines News :
Home » » Membedah Akar Musik Penyembah Setan ( Paganisme Di Balik Perkembangan Musik Dunia ) - Vol 1

Membedah Akar Musik Penyembah Setan ( Paganisme Di Balik Perkembangan Musik Dunia ) - Vol 1

Written By ASEP KUMIS on Sabtu, 02 Juli 2011 | 7/02/2011 10:56:00 AM



Dewasa ini, dakam hampir semua konser jenis musik "heavy metal'', seseorang dapat mendengar para penonton didorong untuk memperkosa dan membunuh atas nama Setan. Lirik lagu-lagi seperti itu adalah tipikal yang sering tidak kita sadari eksis disekitar kita:

"Kami datang dengan tiba-tiba melalui badan anda
Perkosa jiwa tanpa daya Anda
Rubah diri Anda menjadi sesosok makhluk
Tidak kenal ampun dan dingin
Kami memaksa Anda untuk membunuh saudaramu
Minum darahnya dan makan otaknya
Iris-iris dagingnya dan hisap tulangnya
Hingga semua orang gila
Kami penyebab kematian dan penoda
Legion Setan tersebar luas - menang

"DEMONS" oleh Rigor Mortis

Dewasa ini orangtua yang mencintai anak-anaknya akan dikejutkan ketika mengetahui bahwa anak-anak mereka dengan penuh hasrat mendengarkan lagu-lagu aliran Setan. Mungkin, beberapa orang berpikir secara pribadi, "Seandainya kita bisa kembali kepada 'kenangan masa lalu,' dengan musik the Beatles." Sedikit saja orang yang mencurigai, padahal the Beatles yang dianggap tak bersalah itu, mereka merupakan pelaku pembuat masalah paling awal.

Musik modern elektronic-rock, yang dimulai pada awal tahun 60-an, penyelenggaraannya selalu gabungan perusahaan antara dinas intelijen militer Inggris dengan para pemuja Setan. Dipihak lain, para pengikut Setan mengendalikan kelompok musik rock utama melalui narkoba, seks, ancaman kekerasan dan bahkan pembunuhan. Di sisi lain, publisitas, tour dan rekaman dibiayai oleh perusahaan rekaman yang terhubung dengan lingkaran dinas intelijen militer Inggris. Kedua-duanya dengan intimnya menjalin bisnis terbesar di dunia, yaitu perdagangan narkotik internasional.


Apa yang disebut sebagai "bintang rock" sebenarnya adalah boneka-boneka yang menyedihkan yang dinaikkan dalam sebuah skema yang jauh lebih besar. Dari saat pertama mereka menerima royalti rekaman perdananya, kelompok pemusik ini terbenam jauh ke dalam narkoba. Sebagai contoh, "bintang-bintang" yang mendapat banyak piagam seperti John Lennon dari the Beatles dan Keith Richard dari the Rolling Stones, adalah pecandu heroin. Ketika Keith Richard mengajukan permohonan visa Amerika, ia diharuskan melakukan transfusi darah untuk mengganti keseluruhan suplai darahnya yang sudah terikat dengan heroin. (Tony Sanchez, Up and Down with the Rolling Stones, p.319)

Para "bintang rock" juga sepenuhnya kreasi media. Citra publik mengenai mereka, demikian pula dengan musiknya, direkayasa dari balik layar oleh para pengendalinya. Sebagai contoh, ketika the Beatles pertama kali tiba di Amerika Serikat pada tahun 1964, di bandara mereka dikerubutin oleh ratusan anak-anak perempuan belasan tahun sambil menjerit-jerit. Pers nasional dengan segera mengumumkan berita itu bahwa "Beatlemania" telah menyerbu Amerika Serikat. Tetapi sebenarnya semua anak wanita belasan tahun itu dijemput dari sebuah sekolah wanita di Bronx, dan dibayar oleh penyelenggara the Beatles sebagai upah jeritannya.

Uang milik kelompok rock tahun 1960-an yang dalam beberapa kasus jumlahnya mencapai ratusan juta dolar, juga sepenuhnya di bawah kendali dari sekumpulan penyelenggara yang terhubungkan satu dengan yang lainnya. Dari tahun 1963 sampai dengan tahun 1970, the Rolling Stones mengantongi lebih dari 200 juta dolar, namun semua anggotanya hampir bankrut. Tidak satupun dari mereka mengetahui kemana uang mereka perginya.

Dari tahun 1963 dan 1964 the Beatles dan the Rolling Stones mengadakan tour di Eropa Barat dan Amerika dalam rangka menyerang kultur di kedua wilayah tersebut. Invasi kultur dari Inggris sudah direncanakan dengan matang dan dalam waktu yang sesuai. Orang-orang Amerika baru saja mengalami goncangan atas terjadinya pembunuhan terhadap Presiden John F. Kennedy, sementara dijalanan Washington D.C. massa yang jumlahnya 500.000-an orang baru saja mengadakan pawai dalam rangka menuntut kebebasan sipil, dipimpin oleh Martin Luther King. Musik rock digunakan sebagai alat counterculture, senjata untuk menghancurkan gerakan politik seperti itu.

Kemudian pada tahun 1968 dan 1969, tahun-tahun yang merupakan serangan massal terhadap mahasiwa dan buruh di Amerika Serikat dan Eropa, dimana konser terbuka musik rock digelar secara besar-besaran yang digunakan untuk menghadang meningkatnya rasa tidak puas rakyat. Konser rock diupayakan sebagai alat untuk melibatkan massa kedalam narkoba dan seks bebas yang bertentangan dengan kultur. Bagi jutaan orang yang menghadiri konser ini, disediakan dengan bebas ribuan tablet obat yang merangsang halusinasi termasuk LSD. Obat-obatan ini dimasukkan kedalam minuman dengan diam-diam seperti kedalam Coca-Cola, yang membuat beribu-ribu korban yang tidak pernah menaruh curiga, mengoceh diluar kesadarannya. Banyak juga yang melakukan bunuh diri.


Kurang dari setengah abad lalu, anak-anak muda kita mempelajari biola dan piano, belajar tentang komposer klasik besar seperti Bach, Mozart, dan Beethoven. Seperti yang akan kita lihat, perusahaan rekaman yang sama yang dewasa ini mempromosikan jenis musik aliran Setan, "heavy metal" rock, telah menjalankannya secara rahasia dengan maksud untuk menghancurkan warisan budaya musik dari komposer musik klasik yang besar ini


.Selama masa tigapuluh tahunan yang lalu, Masyarakat Barat berada di bawah todongan senjata berupa perang terhadap budaya yang sudah direncanakan secara hati-hati, dengan tujuan untuk mengeliminasi peradaban Judeo-Christian seperti yang kita kenal. Rencana ini tidak akan berhasil. Oleh karena itu, para pembaca sebaiknya memerangi Setan ini, marilah kita tengok ke masa tiga puluh tahunan silam, ketika empat orang anak laki-laki tidak bersalah dari Liverpool, Inggris, the Beatles, yang baru saja memulai tugasnya.

Membentuk the Beatles

The Beatles pertamakali tampil pada akhir tahun 1950-an di klub musik jazz di Inggris serta Jerman Barat. Klub-klub seperti ini letaknya selalu dibagian kota yang "merah", berfungsi sebagai sebuah daerah pelacuran dan sirkulasi obat-obatan. Penulis biografi the Beatles, Philip Norman menulis: "Satu-satunya keterikatan mereka secara reguler adalah dengan sebuah klub strip. Pemilik klub membayar mereka sepuluh shilling setiap memainkan gitarnya, sementara seorang stripper bernama Janice melemparkan bajunya kehadapan pelaut dan pebisnis serta pengunjung tetap dengan jas hujan yang menutupinya." (Philip Norman, Shout! The Beatles in Their Their Generation, p. 81)

The Beatles dapat terobosan besar pertama di Jerman pada bulan Agustus 1960, ketika mereka mendapatkan tawaran bermain di sebuah klub jazz di daerah Reeperbahn, sebuah tempat terkenal karena nama buruknya di Hamburg. Menggambarkan daerah tersebut Norman menuliskan, "jendela dengan nyala lampu merah berisi wanita pelacur dari tiap jenis, dengan pakaian pesta, topeng, semua umur dari nymphet - (PSK 14-19 tahun) sampai kepada nenek-nenek ... Segalanya bebas. Segalanya mudah. Seks juga mudah ... Ini disediakan untuk Anda." (Philip Norman, Shout! The Beatles in Their Generation, p. 91)

Jauh dari gambaran tidak bersalah, the Beatles, bahkan dalam penampilan pertama mereka sudah mabok obat-obatan yang disebut Preludin, "mulut John (Lennon) membusa, dia juga masih mempunyai banyak di dalam kantung saku celananya ... John, menjadi mata gelap di atas pentas, berjingkrak-jingkrak dan bergulingan ... Namun faktanya pendengar tidak bisa memahami kata apa yang diucapkannya, John memprovokasi meneriakkan `Sieg Heil!' dan `F____ing Nazi' dimana pendengarnya merespon secara berbeda, ada yang mentertawakan dan aga juga yang bertepuk tangan." (Philip Norman, Shout! The Beatles in Their Generation, pp. 152,91)

Diluar panggung, the Beatles seperti Setan. Norman melanjutkan, "sewaktu di Hamburg, John, setiap hari Minggu akan berdiri di balkon, mengejek orang yang rajin ke gereja yang berjalan menuju ke gereja St. Joseph's. Dia menuangkan air yang sudah dicampur dengan kontrasepsi ke atas patung Jesus dan menggantungkannya agar dilihat oleh orang-orang yang rajin pergi ke gereja. Sekali waktu ia buang air kecil ke atas kepala tiga orang biarawati yang lewat di bawah balkon."(Philip Norman, Shout! The Beatles in Their Generation, p. 152)

Sewaktu berada di Hamburg pada bulan Juni 1962, the Beatles menerima sebuah telegram dari manajer mereka, seorang homoseks bernama Brian Epstein, yang sudah kembali ke Inggris. "Selamat," Pesan Epstein kepada the Beatles. "EMI meminta sebuah sesi rekaman." EMI adalah sebuah perusahaan rekaman terbesar di Eropa, dan peran mereka merupakan kunci dalam mempromosikan the Beatles di kemudian hari.

Di bawah panduan ketat direktur rekaman EMI, George Martin dan managernya Brian Epstein, the Beatles didandani dan diberikan gaya rambut yang menajdi khas the Beatles. EMI Martin menciptakan the Beatles di dalam studio rekamannya.

Martin adalah seorang guru musik klasik dan telah mempelajari oboe (sejenis seruling) serta piano di London School of Music. The Beatles tidak bisa membaca musik maupun memainkan instrumen apapun selain dari pada gitar. Untuk Martin, the Beatles musicianship adalah satu lelucon yang tidak baik. Pada album rekaman pertamanya yang menjadi hit, "Love Me Do," Martin menggantikan Ringo pada drum dengan sebuah studio musik. Martin mengatakan bahwa Ringo "tidak bisa memainkan drum, menggantikannya untuk menyelamatkan hidupnya." Sejak saat itu, Martin akan menangani dengan gampang untuk menyesuaikan the Beatles yang akan bersamanya serta menjadikan rekaman-rekaman mereka hit.

Oleh : Donald Phau

sumber
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Copas 4 Islam - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template