Prostitusi sendiri dianggap sebagai problem sosial yang perlu mendapat perhatian serius oleh berbagai pihak, apalagi dalam pandangan Islam. Prostitusi merupakan hal yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Untuk itu Majelis Ulama Jawa Timur bersama tokoh masyarakat dari berbagai ormas Islam di Jawa Timur bertekad mendukung pemerintah Propinsi Jawa Timur yang ingin menata kota bebas dari prostitusi melalui penutupan tempat-tempat prostitusi (perzinahan). Langkah menuju tekad ini sudah dilakukan oleh MUI Jatim diantaranya adalah membuat Halaqah Menata Kota Bersih dari Asusila, Sabtu (19/11) di Hotel Elmi Surabaya.
Dalam halaqah ini selain dihadiri para ulama dari seluruh Jawa Timur juga dihadiri pengurus ormas, LSM dan berbagai komponen masyarakat yang peduli pada Jawa Timur bebas prostitusi. Para ulama dan umara di Jawa Timur menyampaikan tekadnya untuk menangai masalah prostitusi di Jatim, sbb :
- Bertekad untuk mengentas wanita tuna susila menuju pada kehidupan yang bermartabat.
- Berusaha untuk menghindar dari adzab Allah, dengan menolak segala bentuk upaya yang bertujuan melestarikan perzinahan dan kemaksiatan di Jawa Timur.
- Kami berkomitmen menata kota bersih dari asusila dengan cara tidak menunda pelaksanaan penutupan tempat-tempat pelacuran, demi mewujudkan Jawa Timur yang makmur, aman, tertib, damai dan berakhlak mulia.
Hal ini mengacu padainstruksi gubernur Jatim dalam Surat Gubenur Jatim tanggal 30 Nopember 2010 , No.: 460/16474/031/2010, perihal Pencegahan dan Penanggulangan Prostitusi, serta Woman Trafficking. Yang berisi instruksi diantaranya; menutup (tanpa merelokasi) kompleks/lokalisasi pelacuran secara bertahap. Juga mencegah bertambahnya jumlah penghuni baru kompleks/lokalisasi pelacuran, termasuk mencegah bertambahnya rumah/tempat yang dijadikan kegiatan prostitusi (bordil).Dan memfasilitasi pengembangan aktivitas ekonomi baru di bekas kompleks/pelacuran yang telah ditutup sebagai sumber penghasilan masyarakat yang sebelumnya bergantung pada aktivitas prostitusi tersebut. Keempat, melakukan penutupan tempat-tempat praktik prostitusi terselubung serta memberikan pelatihan keterampilan bagi WTS jalanan sesuai aspirasi mereka. Kelima,
Juga Surat Gubernur Jatim tanggal 20 Oktober 2011, No,:460/031/2011; Perihal Penanganan Lokalisasi WTS di Jawa Timur.Berisi diantaranya langkah-langkah berupa; merevitalisasi peran dan fungsi komite penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Kabupaten/Kota sebagai wadahpengorganisasian dalam penanganan wanita tuna susila (WTS).
Melakukan penyusunan program/kegiatan penanganan lokalisasi WTS secara konkrit dan terukur (mulai dari pencegahan, pengentasan, pengurangan, sampai penutupan secara bertahap) melalui pembinaan mental spiritual secara terus-menerus dan berkelanjutan, memberikan pendidikan/pelatihan ketrampilan sesuai bakat dan minat serta pemberian bantuan stimulan modal usaha atau bantuan usaha ekonomi produktif serta usaha-usaha lain yang dapat membantu kemandirian para WTS.
Adapun rekomendasi yang dihasilkan dari halaqah ulama ini diantaranya :
- Kebijakan pengentasan WTS dan penutupan Lokalisasi harus dijadikan kebijakan bersama baik jajaran eksekutif maupun legislatif di tingkat propinsi Jawa Timur maupun di tingkat kabupaten/kota se Jawa Timur secara serempak dan terpadu.
- Mendesak kepada jajaran legislatif baik ditingkat propinsi maupun ditingkat Kabupaten /kota untuk segera merumuskan dan mengesahkan peraturan daerah secara komprehensif dan sinergis untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap kebijakan tersebut.
- Meminta kepada semua elemen masyarakat di Jawa Timur, para ulama, para da’i, dan tokoh masyarakat untuk mendukung sepenuhnya kebijakan pengentasan WTS dan penutupan lokalisasi secara terpadu dan sinergis.
- Untuk mencegah adanya efek-efek yang tidak diinginkan seperti kemungkinan munculnya praktik prostitusi di jalanan, meminta kepada aparat untuk menegakkan aturan secara konsekuen.
- Agar pelaksanaan PERDA dapat berjalan secara efektif dan dilaksanakan secara konsekuen, mengajak kepada seluruh elemen masyarakan utamanya para ulama, para da’i, dan tokoh masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pemantauan terhadap penegakan peraturan tersebut.
DewanPimpinan
MajelisUlama Indonesia