Headlines News :
Home » » Taushiyah Idul Adha Ustadz Ba'asyir: Ikuti Millah Ibrahim, Teguhkan Al-Wala Wal-Baro'

Taushiyah Idul Adha Ustadz Ba'asyir: Ikuti Millah Ibrahim, Teguhkan Al-Wala Wal-Baro'

Written By ASEP KUMIS on Minggu, 06 November 2011 | 11/06/2011 03:05:00 AM

JAKARTA – Tahun ini, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir kembali dilarang melaksanakan shalat Idul Adha di lapangan di luar sel.
Amir Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) itu pun tak bisa berkhotbah di hadapan ribuan umat Islam seperti tahun-tahun sebelumnya. Sebagai penggantinya, ulama sepuh ini menitipkan taushiyah Idul Adha kepada jutaan umat Islam kepada voa-islam.com.
Taushiyah ini disampaikan Ustadz Abu pada hari Jum’at (4/11/2011) untuk diunggah bertepatan pada hari raya Idul Adha 1432, Ahad (6/11/2011). Berikut ini taushiyah lengkap beliau dari sel Bareskrim Mabes Polri:
Bismillahirrahmanirrahim...
Idul Adha ini erat hubungannya dengan masalah Qurban dalam sejarah Nabi Ibrahim alaihissalam. Idul Adha ini menitikberatkan kita pada perintah untuk mengikuti Millah Ibrahim sebagaimana dalam Firman-Nya:
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah Millah Ibrahim, seorang yang hanif…" (Qs. An-Nahl 123).
Millah Ibrahim itu apa? Dua kata ini biasanya diterjemahkan menjadi Agama Ibrahim. Pengertian yang sebenarnya, Millah Ibrahim adalah sikap Nabiyullah dalam beragama, yaitu: al-wala dan al-baro. Kita disuruh mengikuti dua hal prinsip ini.
WALA’ (LOYALITAS) NABI IBRAHIM
Wala’nya Nabi Ibrahim itu istilahnya loyal yang mantap. Jadi kalau mantap, sudah tidak ada lagi pikiran dan perhitungan dunia. Selama ada kemampuan, harus diamalkan!
Contoh  pertama, waktu Nabi Ibrahim menikah untuk yang kedua kemudian mendapatkan karunia anak pertama, Ismail.
Ketika anaknya lahir, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah supaya ibunya (Hajar, red) bersama anaknya yang masih kecil ditempatkan di padang pasir. Menurut akal biasa, Ismail pasti mati karena di padang pasir itu tidak ada air dan tumbuh-tumbuhan. Mau dipikir akal bisa stress. Tapi Nabi Ibrahim sami’na wa atho’nya.
Ketika anaknya itu kehausan dia mencari air berlari kesana kemari, itu yang menjadi ibadah sa’i. Akhirnya dengan geraknya kaki Nabi Ismail itu timbul sumber yang sekarang ini menjadi sumur Zamzam dan menjadi tempat yang makmur, banyak orang yang berkunjung ke sana hingga menjadi Masjidil Haram sekarang ini.
Itulah wala’nya Nabi Ibrahim. Meskipun menurut perhitungan ketika ada perintah itu, bisa mati.  Tapi karena perintah Allah, maka sami’na wa atho’na tidak boleh ada pertimbangan macam-macam selama ada kemampuan.
Contoh kedua, setelah Ismail besar dia membantu ayahnya mendirikan Ka’bah.
Bayangkan, seorang ayah yang sudah tua baru punya anak laki-laki satu, anaknya menarik hati, mau menjadi seorang nabi, tapi turun perintah Allah: “Sembelihlah anakmu..!”
Kalau dipikir pakai akal, beliau bisa stress yang kedua kali. Tapi Nabi Ibrahim bersikap pasrah terhadap perintah Allah, sami’na wa atho’na.
Kemudian beliau berkata pada anaknya, “Wahai anakku, aku mendapat perintah ini, diperintah untuk menyembelih kamu.”
Apa kata Ismail? “Amalkan wahai ayahku, aku akan bersabar.” Inilah wala’ yang harus ditiru umat Islam yang ada hubungannya dengan Idul Adha.
Jadi kalau sudah mendengar perintah Allah atau hukum Allah, maka sikapnya harus sami’na wa atho’na. Jangan ada pertimbangan macam-macam, karena hukum Allah pasti terbaik. Kalau mampu harus diamalkan, tapi kalau tidak mampu ya amalkan semampunya.
BARO’ (ANTILOYALITAS) NABI IBRAHIM
Baro’nya Nabi Ibrahim termaktub jelas dalam surat Al-Mumtahanah ayat 4:
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…”
Prinsipnya, segala yang bertentangan dengan Islam harus ditolak! Tidak ada pertimbangan yang macam-macam, pertimbangannya hanya mampu atau tidak tapi prinsipnya ditolak.
Prinsip Millah Ibrahim ini, kalau mau dipraktikkan sekarang, wala’nya umat islam itu harus memegang teguh hukum Islam, dan menolak di luar itu. Sedangkan praktik baro’nya menolak negara Pancasila!
Ini konsekuensi mengikuti Millah Ibrahim. Negaranya orang Islam itu harus negara Islam, titik! Untuk itu tidak perlu berunding dengan orang kafir. Kalau mau mari bersama, kalau tidak mau silakan pergi! Ini pernah diamalkan umat Islam di India pada waktu itu sehingga berpisah menjadi negara Pakistan.
Jadi, kalau umat Islam mau memaknai hidupnya dengan Idul Adha yang benar, harus mengikuti Millah Ibrahim yaitu pegang teguh Syariat tanpa pertimbangan orang kafir, lalu negara harus berdasarkan Islam seratus persen. Ini harga mati, tidak boleh tawar-menawar. Siapa yang mau menerima negara Pancasila, hukumnya musyrik bahkan murtad!
Negaranya orang Islam harus negara Islam, ini harga mati. Seperti kita mengakui kalimat Laa ilaha illallah (tiada tuhan selain Allah) itu kan harga mati, tidak boleh diutak-atik. Kita tidak boleh memaksa orang kafir meskipun keyakinannya salah kita nasihat tapi tidak boleh dipaksa. Kita pun tidak boleh dipaksa, negara itu harus Islam karena itu tuntutan tauhid bukan masalah politik. Ini pokok, kesimpulannya begitu.


SUMBER
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Copas 4 Islam - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template