Pertempuran di pegunungan Tora Bora, Afghanistan, dimulai pada tanggal 20 Rajab 1422 H bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 2001 M. Lusinan pesawat tempur Amerika meraung-raung dan memuntahkan timah panas ke parit-parit di sekitar pengunungan Tora Bora. Tidak hanya itu saja pesawat jenis B 52 dan C 130 itu pun menghujani pegunungan yang wilayahnya tidak lebih dari satu mil persegi tersebut dengan Smart Bomb (bom cerdas), bom-bom cluster dan juga bom pembakar gua.
Mereka ingin membumi hanguskan tempat yang kecil ini dan memusnahkan dari muka bumi. Para pemimpin Amerika yakin akan keberadaan Syekh Usamah bin Ladin ditempat tersebut. Siang dan malam tidak berlalu kecuali ada pesawat tempur yang melintas dengan bom bardir dahsyat setiap menitnya. Hal ini terus berlangsung hingga pertengahan Ramadhan, jadi bombardier tersebut berlangsung kurang 45-an hari.
Sementara itu, Syekh Usamah bin Ladin, bersama sahabat setianya Syekh Ayman Az-Zawahiri, dan sekitar 300an mujahid terus bertahan dengan hanya berharap ridho dan pertolongan Allah swt dari serangan dan bombardir Amerika yang tiada habisnya. Dengan Suhu 10 derajad dibawah nol mereka menggali Khandaq (Parit pertahanan) sebanyak seratus buah, dengan rata-rata satu khandaq untuk berlindung 3 mujahid di area yang tidak lebih dari satu mil persegi. Mereka melakukan itu untuk menghindari lebih banyak korban yang jatuh akibat bombardir pasukan Amerika. Satu pesawat bisa melintas lebih dari 2 jam, dan satu kali tembakan berisi 20 sampai 30 bom.
Berikut ini kisah selengkapnya, dituturkan oleh salah seorang pelaku sejarah yang masih hidup.
Kisah #16:
Syaikh Usamah bin Ladin adalah orang yang terakhir kali turun dari pegunungan Tora Bora di bawah bombardir senjata berat yang terjadi di awal perang salib di Afghanistan. Setelah beliau yakin bahwa semua ikhwah telah turun, maka beliau baru turun. Ini beliau lakukan lantaran sangat cintanya beliau kepada para pengikutnya.
Demi Allah, alangkah baiknya engkau wahai Usamah.
Kisah #17:
Ada kisah-kisah lucu bersama beliau. Di antaranya adalah ketika ada seorang ikhwah dari Hijaz –ikhwah ini terkenal suka bercanda–, dia masuk salah satu parit pertahanan di Tora Bora, ketika Amerika membombardir Afghanistan. Namun dia tidak tahu parit pertahanan siapa yang dia masuki tersebut. Dia pun masuk dan mendapatkan ada beberapa orang yang sedang duduk, yang di belakang mereka ada lampu. Saking gelapnya tempat tersebut sehingga tidak ada cahaya sama sekali meski siang hari.
Ikhwah kita ini sekarang telah berada di dalam parit pertahanan dan tidak dapat melihat wajah orang-orang yang ada di sana. Namun dia dapat melihat bahwa ada beberapa orang yang duduk di sana. Maka ia pun mengatakan dengan suara yang tinggi: “Wahai para pemuda, as ssalamu ‘alaikum, apa kabar antum? Bagaimana kondisi antum?”
Para ikhwah yang berada di dalam parit pertahanan itu pun tertawa. Ikhwah dari Hijaz itu pun mengatakan dengan suara keras: “Beritahukan saya siapa antum, wahai para pemuda, saya tidak dapat mengenali wajah-wajah yang baik ini!!” Dia lalu bertanya: “Siapa namamu akhi?” Orang yang ditanya pun menjawab: “Saya saudara antum, Aiman Azh- Zhawahiri!”
Ikhwah kita ini pun menelan ludahnya dengan susah, dan mengatakan: “O, ya!” Sementara ikhwah-ikhwah yang lain tertawa melihat kejadian itu. Ikhwah dari Hijaz itu terus bertanya kepada yang lainnya: “Antum, siapa antum?” Orang yang ditanya itu pun menjawab: “Saya saudara antum, Usamah bin Ladin!!”
Spontan ikhwah kita yang satu ini mengatakan: “Maaf ya Syaikh, maaf. Mana kepala antum, berikan kepadaku biar kucium kepala antum, juga kepala Syaikh Aiman …!”
Sementara ikhwah yang lain pun terus tertawa. Mereka balik bertanya: “Antum sendiri siapa?” Dia menjawab: “Saya Fulan… “ Maka Syaikh Usamah pun mengatakan kepadanya: “Selamat datang, bagaimana keadaan antum, apa ada yang kurang…???
Ikhwah tersebut menjawab: Saya salah masuk, maaf … maaf…”
Semoga Allah menjagamu, wahai Syaikh Usamah, dan semoga Allah menganugerahkan kepadamu teman-teman dekat yang baik.
Kisah #18:
Salah seorang ikhwah merupakan seorang komandan regu mujahidin berangkat ke Tora Bora. Orangnya serius dalam berbicara dan bersikap. Ia baru saja menempuh perjalanan empat jam dari bawah sampai puncak Tora Bora. Ketika sampai ke tempat para ikhwah, ia masuk ke salah satu parit pertahanan. Di sana ia mendapati para ikhwah sedang duduk dan mereka membuat sebuah perapian penghangat lantaran sangat dinginnya cuaca.
Sang komandan ini pun menyalahkan para ikhwah yang duduk-duduk tersebut. Ikhwah kita sang komandan ini telah kelelahan dan penat setelah melakukan perjalanan. Ia mengucapkan salam dan meletakkan suthrah —- sleping bag — nya. Para ikhwah pun menyambutnya dan mengatakan kepadanya: “Selamat datang, silahkan istirahat!”
Dengan nada menyalahkan apa yang mereka lakukan tersebut, ia menjawab: “Kita banyak kesibukan, kita tidak selayaknya duduk-duduk!!!” Sang komandan pun keluar. Kemudian ketika kembali, ia dapatkan suthrahnya dalam keadaan terbuka dan nampak habis diperiksa. Para ikhwah memeriksanya karena khawatir ada chip di dalamnya karena para ikhwah tidak dapat melihat wajah sang komandan tadi.
Sang komandan tersebut melihat kepada para ikhwah sambil mengatakan: “Hasbiyallah wa ni’mal wakil.” Ia mengulangnya beberapa kali sambil mengumpulkan segala keperluannya untuk merubah posisi parit pertahanan. Sang komandan tersebut juga tidak menanyakan siapa-siapa saja ikhwah yang ada di situ, karena dia orangnya serius dan tidak suka banyak bicara.
Ketika sudah keluar, dia baru tahu ternyata Syaikh Usamah dan Syaikh Aiman berada di dalam parit pertahanan tersebut. Iapun menyesal atas sikapnya dan kenapa tidak ikut duduk-duduk bersama, karena segala kebaikan dan manfaat ada dalam majlis tadi.
Inilah Syaikh kami, maka silahkan orang lain menunjukkan siapa Syaikhnya!
Kisah #19:
Di antara ucapan beliau yang dapat diceritakan adalah tatkala datang seseorang yang belum pernah ikut jihad dan belum pernah berperang sebelumnya, kemudian mengatakan kepada Syaikh Usamah: “Kalau antum lakukan begini dan begitu tentu lebih baik. Kalau antum tidak lakukan ini dan itu tentu lebih afdlal.”
Maka Syaikh Usamah menjawab kepada orang tersebut dengan kata-kata yang agung yang ditulis dengan tinta emas. Beliau mengatakan: “Sesungguhnya jihad itu adalah puncak tertinggi dalam Islam. Orang yang berada di puncak sesuatu akan dapat melihat semua yang ada di bawahnya dengan jelas. Lain halnya dengan orang yang berada di bawah.”
Allahu akbar… Allahu akbar … walillahil hamd …
Kisah #20:
Jika antum bertanya tentang ketawadhu’an Syaikh Usamah, maka antum tidak akan payah mencari jawabannya.
- Beliau selalu berkeinginan untuk tinggal di front-front pertempuran. Akan tetapi para ikhwah selalu menyarankan beliau untuk tetap tinggal di kamp-kamp dan pos-pos penerimaan tamu dan utusan. Karena banyak dan sering sekali utusan yang datang untuk bertemu beliau, sepanjang tahun. Baik dari kalangan ulama — sebagian ada yang diumumkan terang-terangan dan sebagian lagi ada yang disembunyikan identitasnya —, mujahidin, jurnalis, bussinesman, dan berbagai macam tamu yang memiliki tujuan yang berbeda-beda.
- Beliau tidak pernah membiarkan tamu beliau tanpa beliau sambut. Beliau menyambut semua orang dengan lapang dada, dari manapun mereka datang tanpa ragu ataupun khawatir.
Sampai-sampai ada yang datang kepada beliau untuk pertama kalinya, ia mendekati beliau dengan wajah yang ceria. Maka para pengawal beliau pun berusaha untuk memeriksa orang tersebut, akan tetapi Syaikh Usamah menyuruh para pengawal beliau tersebut untuk membiarkan tamu tersebut.
Sering kali para pengawal Syaikh Usamah tersebut merasa khawatir terhadap para tamu baru. Di antara mereka ada yang datang langsung mencium kepala beliau atau memeluk beliau. Ketika para pengawal beliau panik, beliau langsung melarang mereka. Beliau ingin menyambut mereka dengan penuh penghormatan melebihi penghormatan para tamunya. Ada tamu dari Arab dan non Arab. Mereka datang dengan langsung menyeruduk untuk memeluk dan mencium beliau. Beliau pun selalu menyenangkan dan memuliakan mereka secara maksimal.
- Beliau selalu memantau kondisi para ikhwah yang ada di front, rumah sakit, klinik, dan rumah-rumah penerimaan tamu. Seolah seluruh hidupnya itu hanya untuk menanyakan bagaimana kondisi ikhwah dan berkeliling mengecek kondisi mereka.
- Setiap ikhwah masing-masing merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling dicintai oleh Syaikh Usamah. Dan setiap orang yang pernah duduk bersama beliau pasti mencintainya sejak pertama kali melihat beliau.
- Beliau duduk di mana saja bersama ikhwah yang lain untuk makan, tidak ada tempat khusus untuk beliau. Beliau makan seperti apa yang para ikhwah makan. Seolah beliau adalah sama dengan yang lain dan bukan amir mereka atau komandan mujahidin dan muslimin. Beliau mengambilkan daging dan lauk dengan tangan beliau untuk orang yang berada di dekat beliau.
Kisah #21:
Beliau terkadang bermain dan bercanda dengan para ikhwah. Di antara hal lucu lainnya, pernah ada seorang ikhwah datang dalam keadaan marah dan mengatakan kepada beliau: “Saya tidak mau tinggal di Afghanistan!! Saya tidak mau kesenangan dunia!! Saya mau pergi ke Chechnya saja dan berperang di sana!!!”
Sedangkan Syaikh Usamah dalam keadaan duduk di tempat duduknya yang sederhana. Maka beliau mengambil satu genggam tanah di dekatnya dan beliau lihat. Dengan bercanda beliau mengatakan sambil melihat ke tanah tersebut: “Apakah ini yang dimaksud kesenangan dunia??!”
Kisah #22:
Ada seorang ikhwah dari Hadhramaut (Yaman, edt) yang biasa mengikuti adat istiadat suku sedang terkena bawasir. Syaikh Usamah pun menyarankannya agar berobat dengan madu dan lainnya. Namun ikhwah tersebut tidak sanggup menahan sakit sehingga ia memilih operasi. Beberapa saat kemudian ikhwah tersebut bertemu dengan Syaikh Usamah dan Syaikh pun bertanya tentang sakitnya untuk meyakinkan kondisinya. Ikhwah tersebut menjawab bahwa telah melakukan operasi untuk menghilangkan bawasirnya.
Dengan nada bercanda, Syaikh Usamah memegang jenggotnya yang tidak terlalu lebat, dan berkata: “Yaa laumaaah !!! Yaa Laumaah !!” (Wah sayang…! Wah sayang…! Ungkapan yang digunakan seseorang yang menyayangkan sesuatu terjadi, —pen.)
Karena ikhwah kita yang satu ini termasuk orang yang kuat memegang adat. Seolah Syaikh Usamah dengan nada bercanda mengatakan kepadanya, kenapa engkau mau dioperasi? (Karena mungkin secara adat membuka pantat itu sangat aib bagi seseorang –pen.)
Ikhwah itu tadi pun secara spontan menyahut: “Aduh .. aduh .. yaa laumaah! Kenapa engkau tidak bilang sebelumnya, wahai Syaikh …”
Bersambung, insya Allah….
sumber