Pemerintah Indonesia menyatakan, empat negara layak menjadi tujuan TKI, yaitu Arab Saudi, Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Namun, bukankah sering terjadi pelanggaran HAM terhadap para TKI di dua negara, yaitu Arab Saudi dan Malaysia?
Anis Hidayah dari Migrant Care di Jakarta bertanya-tanya, mengapa yang direkomendasikan pemerintah ada empat negara. Dua negara, yaitu Malaysia dan Arab Saudi, bukan negara yang aman untuk pengiriman buruh migran.
“Puluhan tahun situasi pelanggaran HAM buruh migran di kedua negara itu dalam posisi status quo atau jalan buntu untuk menuntaskan persoalan pelanggaran HAM yang serius. Tapi ini yang kita pertanyakan kenapa tim evaluator menetapkan dua negara itu sebagai negara yang layak penempatan.”
Keliru
Apalagi saat ini, tuturnya, Indonesia sedang melakukan moratorium dengan Arab Saudi dan Malaysia selama dua tahun ini. “Jadi daftar negara itu tidak mendasar dan merupakan rekomendasi yang keliru,” tegasnya.
Yang kedua, tambah Anis Hidayah, Indonesia semestinya tidak saja menetapkan negara-negara menjadi zona aman atau tidak aman, tetapi juga harus mengevaluasi sistem perlindungan TKI.
“Hampir lima tahun terakhir sejak kita punya UU, tidak menunjukkan perubahan untuk perlindungan secara hukum maupun tingkat penegakan HAM bagi buruh migran.”
Ia menegaskan, Taiwan dan Hong Kong bisa dikatakan aman bagi buruh migran, walaupun tetap ada persoalan di sana. Namun Malaysia dan dan Arab Saudi sama sekali tidak bisa dikatakan zona aman. Itu, tutur Anis, bisa dikategorikan zona merah.
Sisi sejarah
Anis menjelaskan, mengapa buruh migran berbondong-bondong mencari peruntungan di Arab Saudi dan Malaysia. Menurutnya, dengan Malaysia, sejak sebelum merdeka, migrasi rakyat Indonesia ke Malaysia sudah terjadi. Secara geografis dan kultur memungkinkan migrasi tersebut.
Serbuan TKI ke Arab Saudi berkaitan dengan tingkat mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim. Para buruh migran pergi ke Arab Saudi tidak saja pergi bekerja tapi bisa sekaligus naik haji. “Jadi semangat inilah yang tidak bisa ditemukan di negara lain.”
Komitmen
Langkah pemerintah untuk melindungi TKI menurut Anis Hidayah sudah ada. Tapi sampai saat ini belum menunjukkan kemajuan yang memuaskan. Karena tidak hanya kedua negara (Arab Saudi dan Malaysia) yang tidak punya komitmen untuk melindungi pekerja dari Indonesia. Tetapi juga karena komitmen Indonesia sebagai negara pengirim sangat rendah.
“Ya akhirnya dua negara tidak saling mendukung untuk membangun platform bersama untuk perlindungan buruh migran,” demikian Anis Hidayah. (RNW/Radio Nederland).*
sumber
Anis Hidayah dari Migrant Care di Jakarta bertanya-tanya, mengapa yang direkomendasikan pemerintah ada empat negara. Dua negara, yaitu Malaysia dan Arab Saudi, bukan negara yang aman untuk pengiriman buruh migran.
“Puluhan tahun situasi pelanggaran HAM buruh migran di kedua negara itu dalam posisi status quo atau jalan buntu untuk menuntaskan persoalan pelanggaran HAM yang serius. Tapi ini yang kita pertanyakan kenapa tim evaluator menetapkan dua negara itu sebagai negara yang layak penempatan.”
Keliru
Apalagi saat ini, tuturnya, Indonesia sedang melakukan moratorium dengan Arab Saudi dan Malaysia selama dua tahun ini. “Jadi daftar negara itu tidak mendasar dan merupakan rekomendasi yang keliru,” tegasnya.
Yang kedua, tambah Anis Hidayah, Indonesia semestinya tidak saja menetapkan negara-negara menjadi zona aman atau tidak aman, tetapi juga harus mengevaluasi sistem perlindungan TKI.
“Hampir lima tahun terakhir sejak kita punya UU, tidak menunjukkan perubahan untuk perlindungan secara hukum maupun tingkat penegakan HAM bagi buruh migran.”
Ia menegaskan, Taiwan dan Hong Kong bisa dikatakan aman bagi buruh migran, walaupun tetap ada persoalan di sana. Namun Malaysia dan dan Arab Saudi sama sekali tidak bisa dikatakan zona aman. Itu, tutur Anis, bisa dikategorikan zona merah.
Sisi sejarah
Anis menjelaskan, mengapa buruh migran berbondong-bondong mencari peruntungan di Arab Saudi dan Malaysia. Menurutnya, dengan Malaysia, sejak sebelum merdeka, migrasi rakyat Indonesia ke Malaysia sudah terjadi. Secara geografis dan kultur memungkinkan migrasi tersebut.
Serbuan TKI ke Arab Saudi berkaitan dengan tingkat mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim. Para buruh migran pergi ke Arab Saudi tidak saja pergi bekerja tapi bisa sekaligus naik haji. “Jadi semangat inilah yang tidak bisa ditemukan di negara lain.”
Komitmen
Langkah pemerintah untuk melindungi TKI menurut Anis Hidayah sudah ada. Tapi sampai saat ini belum menunjukkan kemajuan yang memuaskan. Karena tidak hanya kedua negara (Arab Saudi dan Malaysia) yang tidak punya komitmen untuk melindungi pekerja dari Indonesia. Tetapi juga karena komitmen Indonesia sebagai negara pengirim sangat rendah.
“Ya akhirnya dua negara tidak saling mendukung untuk membangun platform bersama untuk perlindungan buruh migran,” demikian Anis Hidayah. (RNW/Radio Nederland).*
sumber